Melacur atau Menikah Sama Saja


Selepas hujan sore itu, di beranda juni sebuah meja rotan tua, disana ada dua gelas cangkir kopi yang tinggal setengah. Pula ada yang hanya tinggal ampasnya saja. Tidak ada asbak hanya terlihat  beberapa buku berserak, kedua tuan dari cangkir-cangkir kopi tersebut saling berdiam diri juga tak saling menatap satu sama lainya. Mata mereka sibuk menangkap bayangan titik titik sisa air hujan yang jatuh di pekarangan, di ranting-ranting mahoni, juga pada kelopak-kelopak kamboja di taman kecil milik perempuan paruh baya yang sering mereka panggil dengan sebutan mama.

Ku kira mereka sedang asik bersenandika. Sebelum akhirnya dering telpon salah seorang dari mereka berbunyi lalu memecah hening. Laki-laki itu tak segera mengangkat telponya, sebelum mengusap layar ponsel dia pandang sejenak, panggilan masuk nomor tanpa nama tersebut. Seusai berbicara di telpon dia membuka percakapan dengan permpuan yang duduk didepannya.

"Yuk, ikut aku" katanya sambil memegang pergelangan tangan kiri kekasihnya itu

"Kita mau kemana?"

Lelaki itu menatap lekat mata kekasihnya, digenggam kedua tangannya yang dingin sembari berkata "Kita akan mengukur gaun pengantinmu"

Mata perempuan yang biasa dipanggil Arum itu terbelalak "Kau gila ko, Buat apa? "

"Apanya yang gila sayang? Bukankah kita sudah merencanakan ini semua sejak tahun kedua kita pacaran? dan ini sudah memasuki tahun keempat aku ingin kau menjadi istriku"

"Tapi aku tidak bisa menikah denganmu Riko, kemarin aku hanya bercanda, kau tahu aku tak pernah sungguhan mencintaimu" ucap Arum sembari menundukan kepalanya mencoba menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca.

"Bercanda sayang? Semua itu bercanda?" Suara Riko mulai sedikit parau lama kelamaan mengecil sampai tak terdengar bunyi keluar dari mulutnya.

"Maafkan aku sayang tapi aku..."

"Apa? Kamu tak mencintaiku? Kamu tetap setia mencintai satu laki-laki teman kecilmu itu? Arum, bertahun-tahun aku menerima bahwa kau belum sepenuhnya mencintaiku, aku tahu bahwa masih ada satu lakilaki yang begitu kamu cintai, tapi lambat laun aku berharap aku bisa menggantikanya di hatimu. Dan kau tahu? aku bahagia setengah mati ketika kamu mengiyakan suatu hari kita akan menikah"

"Aku sudah mencobanya ko, empat tahun bukan waktu yang singkat untuk aku kira bahwa aku akan mencintaimu, tapi nyatanya begini, bahkan aku tak memiliki hak atas cintaku sendiri. Maaf"

"Arum tataplah mataku, didepanmu sedang ada lakilaki yang tulus mencintaimu, menerima hatimu yang tak lagi utuh itu, bersamamu bertahun-tahun, meladeni sifat manjamu, galak, dewasa dll. Sudah banyak detik yang kita lalui bersama sayang. Dan kau masih meragukan itu? Dengan alasan kau masih mencintai teman masa kecilmu yang tidak jelas ada dimana, hatinya telah dimiliki siapa? Dan siapa tahu dia sudah berencana untuk menikah. Dulu memang dia nyata ada dalam hidupmu Arum tapi, hari ini dia hanya menjadi fantasi yang kau hidupkan sendiri, kau reka sendiri lalu kau wujudkan dalam puisi. Menikahlah denganku yang nyata!"

"Melacur jauh lebih baik daripada Menikah dengan orang yang tidak kita cintai, meskipun pada akhirnya melacur atau menikah sama menyakitkannya untuk perempuan yang tidak permah bisa bersama dengan laki-laki yang dicintainya" jawab Arum dengan kepala yang masih tertunduk

"Setelah menolakku kau akan melacur?"

"Bagiku Menikah adalah hanya untuk perempuan yang menemukan kekasih yang juga mencintainya lalu, mereka berdua beruntung dan menikah.
Kemudian Melacur adalah cara paling baik untuk perempuan yang mencintai lakilaki yang tidak mencintainya.
Tapi aku tidak akan memilih kedua jalan itu aku menentukan nasibku untuk menjadi perempuan yang bebas.
Aku akan menyendiri, sebab menyendiri adalah ritual paling suci tempat berpulang cinta seorang perempuan kepada lakilaki yang dia cintai". Jawab Arum dengan nada sangat datar namun cukup membuat dada Riko Adi Baskara bergetar, antara haru, marah juga cemburu menjadi satu.

"Itu kan hanya inginmu, bagaimana jika realitas tidak mengaminkanya? Ingat Arum kamu hidup di dalam masyarakat yang aneh melihat perempuan tidak menikah bahkan mereka memandangnya hina".

"Persetan dengan penilaian masyarakat! Benar memang katanya Sartre bahwa "orang lain adalah neraka" yang selalu ikut andil mengatur hidup kita. Tidak ada manusia yang benar-benar bebas sebab nyatanya mereka selalu dituntut untuk ikut apa mau orang banyak dengan tanpa kita sadari. Dan sialnya aku akan bernasib sama, meskipun aku sungguh tidak ingin"

"Bukan hanya masyarakat, tapi orang yang paling penting harus kau fikirkan adalah ibumu, kau ingat ibumu sedikit tidak ramah ketika liburan kau pulang ke rumah membawa buku (Waktu untuk tidak menikah) tidak bisa kubayangkan bagaimana responnya jika kau tak ingin menikah betulan?"

"Itu akan aku pikirkan nanti, yang jelas aku sudah mengambil bagian mengatur atas diriku sendiri. Kalaupun nanti aku tetap dipaksa untuk menikah oleh ibuku itu bukan urusanku. Dan aku akan menurunkan level kesadaranku ke kesadaran magis, lalu aku akan dengan mudah berkata bahwa ' Ini takdir tuhan ' bereskan?" sahut Arum dengan ringan.

"Sedikit iba aku mendengarnya rum , mengapa kau tak menikah saja dengan laki-laki yang kamu cintai?"

"Bukannya kau tahu bahwa itu sangat tidak mungkin ko?"

"Cari dia, lalu katakan bahwa kau juga sangat mencintainya"

"Kau gila, dia berkata mencintaiku sepuluh tahun yang lalu, masa iya aku menajwabnya sekarang? "

"Memangnya mengapa? Bukankah cinta tidak mengenal waktu? Apa salahnya kau hanya menjawab ungkapan cintanya sepuluh tahun yang lalu"

"Telat ko!"

"Menikahlah denganku Arum!"

"Maaf ko, aku tidak bisa" Jawab Arum dengan singkat sembari berdiri dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan Riko begitu saja.

Setelah kejadian sore itu hampir sepekan pasangan kekasih itu tak berkomunikasi, Arum yang menyibukan diri dengan segala aktivitas di kampusnya juga beberapa kegiatan ekstra. Dan seolah tidak sedang terjadi apa-apa dengan kekasihnya. Sedangkan Riko sudah beberapa hari ini tidak terlihat masuk kuliah, Arum tahu bahwa hari ini Riko ada kelas yang sama denganya tapi dia tidak ada. Riko bukan tipe mahasiswa yang suka tidak masuk tanpa keterangan tapi sepertinya kali ini berbeda, Arum memutuskan untuk ke rumah Riko sepulang dari kampus.

Sesampai di depan rumah Riko, Arum bertemu perempuan paruh baya yang sedang menyiram bunga kamboja di taman kecilnya, setelah melihat Arum dia langsung melemparkan senyum

"Arum, sudah lama tak kemari"

Arum menghampirinya dan melakukan kebiasaanya mencium tangan wanita itu lalu memeluknya, sembari berkata
"Arum kangen mamah"

"Kangen mama apa kangen Riko?" dengan nada mengejek wanita itu mencubit pipi kiri Arum

Arum hanya tersenyum "Apasih mah, oiya Riko kemana mah kok gak pernah ngampus? "

"Dia lagi ke rumah neneknya, ambil cuti kuliah katanya pas mama tanya kenapa dia cuma bilang biar gak ketemu Arum. Kalian berdua ada apa sih? Mama liat baik-baik aja"

"Kita gak ada apa-apa kok mah tenang aja, mungkin Riko lagi capek"

"Kemarin kenapa kalian tidak jadi mengukur baju pengantin? Padahal mama udah atur jadwalnya loh"

Arum tak menyahut apa-apa hanya tergurat senyum tipis di bibirnya

"Oiya mah, Arum pamit dulu ya takut dicariin ibu"

"Riko menitipkan sesuatu buat kamu rum"

"Apa mah?"

" Sebentar mama ambilkan, ini ada surat untukmu, mama  tidak boleh membukanya kata Riko"

"Makasih mah" setelah meraih amplop biru dari tangan wanita itu Arum berlalu keluar dari beranda rumah Riko

Sesampai dirumah Arum masuk kamar, mengunci pintu mengambil kacamata silindernya lalu tanpa sengaja tangan kirinya menyenggol kaca kecil miliknya lalu kaca itu jatuh ke lantai menjadi beberala pecahan. Arum tidak terlalu menghiraukan itu dia lanjutkan membuka surat itu dan dia baca dengan sangat khidmat disetiap kalimat

Hai Arum kekasihku apa kabar? 
Kamu sudah membaca surat ini pasti tadi kamu sehabis dari rumah dan bertemu mamah ya? Kamu menanyakan aku dimana setelah kamu sadar beberapa hari ini aku tidak masuk kampus, kamu mencariku hanya khawatir dan merasa bersalah atas kejadian minggu lalu bukan karena kamu merindukanku kan rum? Ah tapi sudahlah itu tak terlalu penting yang kamu perlu tahu adalah kamu tidak perlu merasa bersalah karena aku sudah memaafkanmu dan sebenarnya kamu tidak salah. 

Dan satu lagi kamu tidak usah mencariku rum kamu cukup bahagia saja, jalani hari-harimu sebagaimana mestinya. Tapi aku ingin sedikit bercerita, ini tentang bagaimana absurdnya hidupku. Tentang tujuan hidupku yang belum pernah kuceritakan padamu, jadi begini jika kata Sartre tujuan hidup adalah mati maka, kelak aku ingin mati dengan bahagia yaitu mati bersama orang yang aku cinta. Tapi aku tidak bisa melakukan itu rum, kamu tidak usah bertanya apa sebabnya sudah jelas orang itu adalah dirimu. Tapi sekali lagi aku tidak menyalahkanmu sedikitpun. 

Banyak rencana indah yang telah kurangkai  bersamamu tapi semua itu hancur dimakan absurdnya hidup, kata Albert Camus ada 3 cara untuk menghadapi keabsurdan hidup yaitu :  pertama bunuh diri, yang kedua bersandar pada agama lalu yang ketiga menerima namun tidak mengalah dengan keabsurdan. Tentu benar aku sudah memilih salah satu diantara ketiga hal itu, lalu aku ingat Camus juga bilang begini (Ketika kamu diterpa keabsurdan hidup kamu memilih minum kopi atau bunuh diri?) awalnya aku ingin minum kopi rum tapi aku ingat sore itu diberanda rumahku aku minum kopi terpahit dalam hidupku bersamamu dan sejak itu aku sepertinya tak ingin minu kopi lagi, jadi aku tidak memilih minum kopi untuk menghadapi keabsurdan ini. Sekali lagi jangan cari aku rum sebab aku selalu ada dan abadi dalam jiwamu. 

Jika kamu benar mencintai lelaki itu hubungi dia, cari dia dan temui dia rum nyatakan bahwa kamu sungguh mencintainya. Tak usah berharap dulu bahagia, setidaknya perasaanmu akan lega ketika sudah kau ungkapkan semua padanya. Aku berdoa semoga kamu bisa mati dengan bahagia rum mati dengan orang yang kamu cintai. Aku hanya tidak ingin kamu menyesal dikemudian hari, jika kamu terus memendam perasaanmu sendiri. Semoga kamu bahagia selalu Arum kekasihku. Aku mencintaimu disegala ruang dan waktu meski alam kita sudah tidak satu. 

Pada baris terakhir surat itu Arum tersadar bahwa kertas itu telah basah kuyup oleh air kenangan yang menumpuk dalam pelupuk mata. Digenggam erat kertas itu lalu ia memejamkan mata dipeluknya surat itu, dicium lalu Arum membisikan seribu kata sayang untuk Riko.

Pejaman mata Arum terganggu oleh jeritan tangis ibunya dan suara ramai orang-orang yang tiba-tiba sudah ada di kamarnya yang dia tidak tahu mereka datang darimana dan sejak kapan. Terlihat ibunya sedang menangis memeluk perempuan berambut ikal sebahu dan dipergelangan tangannya mengalir darah, dia melihat Neisya tetangga samping rumahnya, tukang sayur, buk RT dan beberapa teman ayahnya berdatangan. Arum bingung ada apa dengan mereka? dan siapa perempuan yang dipeluk oleh ibunya? Mengapa perempuan itu memakai kemeja hijau army miliknya? Flatshoes coklat itu juga seperti miliknya. 
Arum menuruni tempat tidur lalu menghampiri ibunya dan mencoba bertanya tapi ibunya diam saja dan tetap dengan tangisanya. Juga sekian banyak orang disana tidak ada yang menghiraukan kehadiranya.






Coretan penuh kebohongan dari seorang Perempuan yang sering berteman dengan keabsurdan 

- Dyahayu 



















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Cinta Menurut Plato

Analogi Cermin Imam Al Ghazali

Benarkah Per(empu)an Tercipta dari Tulang Rusuk yang Bengkok?