Cerpen : Tidurlah Kesetiaan


Harum petrikor masuk jauh kedalam lalu menelanjangi membran inti hidung perempuan yang sedang duduk di beranda rumah itu, rambutnya yang coklat diikat namun tidak begitu erat. Kacamata silinder turun ke ujung hidungnya yang tidak begitu panjang. Matanya kesana-kemari mengikuti setiap baris bacaan dengan rapi.
Buku yang lumayan tebal bersampul warna hitam milik Muhidin M. Dahlan itu, cukup menyita perhatianya beberapa hari ini. 

Ketika sedang serius membaca tiba-tiba dering WhatsApp nya berbunyi, tanganya langsung memungut ponsel yang ada di atas paha. Dengan mata yang belum beranjak dari bacaan buku halaman ke limapuluh sembilan. Dia coba menghidupkan ponsel dengan mengetuk dua kali pada layar. Segera ia buka pesan yang masuk.
"Rasanya sudah seperti sewindu, kita tidak berdebat sekar, menghabiskan malam untuk sekedar minum kopi atau menghisap menthol". Ketika membaca pesan itu, ujung bibirnya tergurat sedikit senyum, ternyata itu pesan dari kekasihnya.

"Kau lupa? Senin lalu kita usai berdebat hebat. Hingga hari ini kau baru menghubungiku lagi".

"Percayalah selain sedikit kesal sebab aku tak pernah menang ketika berdebat denganmu, aku melakukan itu agar kita saling merindu".

"Ah, sialan ! Bilang saja kalau kau hendak marah tapi malah rindu padaku".

 * * *

Di sudut ruangan tempat ngopi yang lampunya tidak begitu terang, terdapat dua buah kursi yang saling berhadapan. Ada beberapa buku berserakan di meja bersama asbak, kopi dan beberapa cemilan. Dua manusia yang duduk di kursi tersebut nampak diam, hanya saling berpandangan. Seolah mereka sedang berdialog dengan bahasa indera. Di luar sedang hujan bau petrikor menjadi pengharum alami untuk mereka berdua. 

Bunyi dering telpon ponsel milik sekar seketika membuyarkan ritual keheningan itu.
" Halo sekar " terdengar suara dari telepon
" Ya halo, kenapa Yan? "
" Sekar gua udah di tempat biasa nih "
" Astaga ! Maaf Yan gua lupa kalo malam ini kita ada janji, besok aja gimana? "
" Yaudah deh gak papa, bye ".

"Telpon dari siapa?" Tanya lelaki yang duduk tepat dihadapanya.

"Dari temen, aku lupa kalo ada janji mau diskusi malam ini".
"Bener temen? Diskusi soal apa?"
"Temen satu jurusan, soal apa saja yang bisa membuat kita menjadi manusia".
Kekasih Sekar hanya mengangguk, entah itu tanda mengerti atau hanya untuk menutupi rasa cemburu didalam hati.

"Sekar aku boleh bertanya sesuatu padamu?"
"Sejak kapan aku membatasi seorang Dani memberikan pertanyaan kepadaku?"
"Apa kau mencintaiku Sekar?"
"Iya, aku mencintaimu untuk saat ini"
"Hanya untuk saat ini?"
"Iya, karena untuk esok atau lusa aku belum tahu Dan, sebab kata Albert Camus hidup ini begitu Absurd semua hal dapat berubah dalam hidupku tanpa kendali dan kemauanku sendiri".

"Tapi, setidaknya kau bisa berjanji untuk berusaha terus mencintaiku kan? ".
"Aku benci janji, sebab pekerjaan manusia selain dari makan, minum dan seks adalah mengingkari janji".
"Aku sulit memahamimu Sekar, tapi percayalah aku mencintaimu, ku harap juga hanya aku yang engkau cintai".
"Tapi sayang kalau kata Nietzsche : Orang yang hanya mencintai satu orang adalah bar-bar".

"Iya, sebab dalam hidup kita, mustahil kita hanya mencintai satu orang, dalam waktu bersamaan kita harus mencintai pacar, teman, saudara dan orang tua. Oleh sebab itu aku ingin kamu bukan hanya jadi kekasihku Sekar, jadilah teman, sahabat bahkan orang tua untukku".
"Ahh sial, bisa saja kau menjawab".
"Hahahaha"

Danian Saputra tertawa, melihat jawabanya sedikit membuat Sekar diam lalu diraih tangan Sekar dalam genggamanya, sebentar dia pandangi rambut kekasihnya yang sedikit berantakan terkena angin itu.
"Sekar aku bahagia sebab kau berbeda dari perempuan pada umumnya, tapi karena hal itu juga aku sering khawatir kehilangan kamu".
"Dan, apasih dalam hidup ini yang bisa kamu miliki selamanya? Tidak ada kan?".
Tangan Dani membungkam mulut kekasihnya
"Sudah ya diam, jangan mengatakan hal-hal yang semakin membuatku cemas".

"Dan, ada hal yang juga ingin ku katakan padamu".
"Katakan saja".
"Walaupun kamu adalah kekasihku, bukan berarti kamu tidak bisa mencintai perempuan selain aku".
"Apa maksudmu Sekar?".
"Jika kau mencintai perempuan lain tidak mengapa, berselingkuhlah! Sebab cinta selalu harus dibebaskan mencicipi pilihan-pilihan".
"Tidak ada yang baik dari sebuah perselingkuhan sayang".
"Siapa yang memberi label selingkuh itu buruk? Persetan dengan masyarakat dan segala normanya yang maha benar, berhentilah jadi seorang moralis ciptakan moralmu sendiri, dengan begitu kamu bisa bahagia". Sahut Sekar sembari menghirup menthol dalam-dalam.

Suasana hening sementara, terdengar lirih bibir Dani menyeruput kopi yang mulai mendingin, seperti isi kepalanya saat ini. Dalam hatinya berkecamuk, menghadapi pemikiran kekasihnya yang begitu berbeda dengan manusia pada umumnya. Tapi disisi lain dia juga menyadari bahwa apa yang dikatakan kekasihnya adalah kebenaran sisi lain dari laki-laki. 

"Sudah pukul satu Dan, aku ingin pulang".
"Kau tidak ingin disini bersamaku lebih lama lagi Sekar? Ya, sampai subuh menjelang misal".
"Besok pagi ada banyak hal yang harus aku selesaikan, jadi aku tidak boleh kesiangan".
"Hal apa? Kamu sibuk dengan komunitas Perempuanmu itu? Sibuk diskusi feminisme? Atau kamu sok sibuk akhir-akhir ini? Sehingga tak ada waktu untukku".
Mendengar kekasihnya berbicara seperti itu spontan saja Sekar melemparkan buku tebal kearahnya
"Sejak kapan kamu berani membatasi gerakku? Ingat ya Dan, kau boleh menjadi kekasihku kita boleh dekat tapi kita haram untuk saling mengsubordinat".

"Aku manusia Sekar, aku mahluk hidup yang butuh kasih sayang dari kekasihnya, aku bukan benda mati seperti buku-buku yang ada di kamarmu, yang bisa kau jadikan kekasih tanpa perlu kau beri kasih sayang ! Berkekasih dan menikahlah saja dengan buku atau dengan dirimu sendiri".

"Dan, dalam cinta dua manusia boleh melebur menjadi satu tapi sejatinya mereka tetap dua, aku menghargaimu sebagai mahluk yang dikutuk untuk bebas.  Begitupun denganmu kau harus menghargai kebebasanku".
"Sudahlah Sekar ! Aku bosan beretorika, sekarang terserah apa maumu".
"Baiklah mauku sekarang adalah tidak lagi mengenalmu, dasar lelaki patriarki silahkan pergi, lalu cari perempuan cantik dan yang otaknya sedikit bodoh! Sejatinya lelaki suka dengan perempuan semacam itu. Sebab dia bisa kau perlakukan semaumu, kau jajah, kau subordinasi, dan perempuan seperti itu tidak akan tahu jika dirinya sedang dieksploitasi dengan laki-laki".

Sekar Ayu berlalu meninggalkan Dani yang berdiam diri memandangi sisa-sisa kopi dan abu menthol juga sisa kejadian yang akan segera menjadi kenangan bersama Sekar. 
Sementara Sekar berlari keluar mengahmbur bersama derasnya hujan sembari dalam hati berkata.
"Ya tuhan masihkan aku dapat merasakan nikmatnya bercinta dengan lelaki yang isi kepalanya terbebas dari sistem Patriarki? Sisakan aku satu saja".




- Dyahayu





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Cinta Menurut Plato

Analogi Cermin Imam Al Ghazali

Benarkah Per(empu)an Tercipta dari Tulang Rusuk yang Bengkok?