Feminisme Islam Berlandaskan Tauhid
Ilustrasi oleh Dini Lestari
Benarkah dalam islam perempuan diposisikan nomor dua dan laki-laki yang utama?
Tapi bukankah islam datang membawa prinsip kesetaraan?
Bukankah islam mengatakan bahwa sesama mahluk itu sama? Baik laki-laki maupun perempuan
Tapi mengapa pemahaman agama islam sering berbenturan dengan gender dan kesetaraan?
Pertanyaan diatas sering menghantui kita, terutama perempuan, sebab perempuan menjadi pihak yang dinomor duakan. Saya mengakui bahwa islam
Rahmatan-lil-alamin tapi mengapa dalam islam kita masih sering dibeda-bedakan hanya karena jenis kelamin? Apa yang salah? Islamnya? Atau salah pemahaman terhadap islam?
Fatima Mernissi seorang tokoh Feminisme islam akan menjawab pertanyaan diatas, Fatima Mernissi lahir di sebuah kota Fez Maroko pada tahun 1940 dan meninggal 2017 lalu dia tinggal disebuah Harem.
Harem adalah sebuah tembok yang sebagai wadah untuk para wanita yang digunakan untuk membatasi gerak perempuan agar tidak terlihat oleh para pria asing dan dunia luar secara umum.
Ketika pada masa remaja bahkan profesor, dia sering menelaah hadis-hadis yang sangat bertentangan terhadap kaum perempuan. Gerakan feminisme islam yang didasarkan pada hukum islam. Berawal dari kesadaran bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama di mata Allah swt. Lalu, mengapa sering kita temui problem-problem ketidaksetaraan gender berbasis pemahaman nash agama?.
Kemudian Fatima Mernissi melacak dasar-dasar ajaran islam bagi upaya kesetaraan gender.
Seperti dalam (Surat al-hujurat ayat 13) dijelaskan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dan orang yang paling mulia disisi Allah ialah orang yang paling takwa. Kemudian dalam (Surat Al-ahzab ayat 35) Allah juga menyebutkan laki-laki dan perempuan tidak dibedakan dalam mendapat ampunan dan pahala. Lalu, (Surat Ali-imron ayat 195) juga disebutkan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan baik laki-laki atau perempuan.
Islamic Feminism atau Feminisme islam bergerak dengan beberapa landasan yaitu
Tauhid : tiada tuhan selain allah, yang berarti mempercayai bahwa dalam hidup ini tidak ada hirarki sesama mahluk yang ada hanya (Khaliq dan mahluk). Tapi, selama laki-laki merasa dirinya lebih tinggi dari perempuan maka belum ada ketauhidan, dia belum mempercayai bahwa semua mahluk adalah setara atau dalam sosialis disebut dengan sistem (egaliter). Jadi, jangan mengaku sudah bertauhid kalau masih merasa lebih tinggi dari perempuan dan tidak bisa menghargai perempuan.
Yang kedua Keadilan : Feminisme islam menjunjung tinggi nilai ini karena apa? Jika di dalam masyarakat perempuan masih terpinggirkan, masih disubordinasi pasti disana ada ketimpangan dan ketimpangan akan melahirkan ketidak adilan, akan tercipta keadilan jika perempuan tidak lagi dipinggirkan.
Yang ketiga ada Taqwa : secara sederhana taqwa berarti menjalankan perintahnya dan menjauhi laranganya. Orang yang bertaqwa akan merasa bahwa Allah ada di dalam setiap kehidupanya, orang yang bertaqwa tidak akan mendiskriminasi siapapun dan apapun, semua mahluk ciptaan Allah akan dia hargai jangankan seorang perempuan yang memang adalah seorang manusia. Kepada tumbuhan dan hewanpun dia tidak akan merusak dan mendiskriminasi. Jadi, sudah pasti orang yang bertaqwa tidak akan mendiskriminasi perempuan.
Yang keempat Kebaikan : dalam upaya pengentasan keterpinggiran perempuan adalah sebuah kebaikan tentunya.
Kemudian bagaimana cara kita menghadapi hadist (Misoginis : benci perempuan) contohnya ada hadist : "Tidak akan jaya suatu kaum yang dipimpin oleh perempuan". Cara kita menyikapi hadist ini gunakan tiga analisis antara lain :
- Analisis historis : dalam melihat sejarah cek seting dan konteks hadist tersebut.
- Analisis gender : adanya sistem patriarkhal yang menimbulkan subordinasi perempuan, dalam penelitianya Mernissi tidak menemukan ajaran islam yang merendahkan perempuan. Subordinasi perempuan bukan karena kelemahan fisik perempuan atau karena ajaran agama. Tetapi karena konstruksi sosial tentang peran perempuan yang sering menimbulkan ketimpangan.
- Kritik hadist : menyikapi hadist misoginis perhatikan aspek asbab-al wurud, sebab timbulnya hadist tersebut. Pada waktu apa? Kapan? dan mengapa?.
Hadist tentang pemimpin perempuan di atas, hari ini sering digunakan sebagai senjata untuk menyerang perempuan-perempuan yang hendak menjadi pemimpin. Jangan takut penulis juga pernah diserang menggunakan hadist itu ketika menjadi calon ketua oleh salah seorang teman lelaki yang menurut postingannya dia sedang hijrah.
Namun, jika kita cek kembali hadist tersebut diucapkan oleh Rasulullah saw. Ketika beliau mengirimkan surat ke raja Persia dan surat tersebut disobek-sobek, lalu mendengar laporan itu nabi berkata "lihatlah kerajaanya akan sobek-sobek seperti surat itu". Tidak lama kemudian sang raja meninggal anak-anaknya berperang berebut kuasa untuk menggantikam raja tersebut dan yang menang adalah anak perempuanya.
Lalu, mendengar berita tersebut Rasulullah berkata "Tetap tidak akan jaya kaum yang dipimpin oleh perempuan itu". Setelah melihat konteks hadist tersebut ditujukan hanya kepada kaum sang raja Persia. Tetapi hari ini tidak jarang hadist tersebut dijadikan senjata untuk seolah mengharamkan perempuan untuk jadi seorang pemimpin, sebenarnya masih banyak lagi hadist dan ayat Al-Qur'an yang perlu kita re-reading dan re-examining.
Mernissi juga mengatakan bahwa perempuan ingin duduk sejajar dengan laki-laki maka perempuan harus memenuhi hak-hak ini :
- Hak untuk berlartisipasi aktif dalam membentuk budaya
- Hak untuk menjadi mufassir/ahli agama
- Hak dalam mengambil keputusan politik dan pembentukan hukum.
Referensi :
Mernissi, Fatima. (1994). Perempuan Dalam Islam. Bandung : Pustaka.
Penulis adalah seorang Mahasiswi Pemikiran Politik Islam UIN Raden Intan Lampung
(Perempuan yang berusaha melampaui batas kultur Keperempuanannya)
Tabik
Komentar
Posting Komentar